Semarang, 15 Juni 2025 – Dalam rangka kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN), sekelompok mahasiswa dari Universitas Diponegoro mengadakan program edukasi hukum bertajuk “Keseimbangan antara Perlawanan terhadap Pelecehan dan Penghormatan terhadap Ruang Privasi”. Kegiatan ini diselenggarakan secara berkelanjutan dalam beberapa pertemuan warga di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Program ini digagas sebagai bentuk kontribusi mahasiswa dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, khususnya dalam menghadapi permasalahan kekerasan seksual yang kian marak terjadi baik di ranah publik maupun digital. Edukasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang utuh bahwa dalam melawan tindakan pelecehan, masyarakat tetap perlu memperhatikan batasan hukum dan menjaga hak-hak privasi individu lain. Dengan pendekatan yang partisipatif dan kontekstual, edukasi hukum dalam program KKN ini menunjukkan bahwa upaya kecil di tingkat komunitas dapat menjadi langkah besar menuju masyarakat yang sadar hukum dan saling menghormati hak-hak individu.

Salah satu pemantik diskusi yang menarik dalam kegiatan ini adalah pertanyaan seputar legalitas tindakan memviralkan pelaku pelecehan tanpa adanya putusan pengadilan. Pertanyaan tersebut mencerminkan kegelisahan publik terhadap ketimpangan akses keadilan formal, sekaligus kecenderungan masyarakat untuk menggunakan media sosial sebagai ruang advokasi alternatif. Menanggapi hal ini, pemateri menegaskan bahwa perlawanan terhadap pelecehan tetap harus menjunjung asas praduga tak bersalah, sebagaimana diatur dalam KUHAP, serta memperhatikan batas-batas hukum yang ditetapkan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Tindakan menyebarluaskan identitas atau foto pelaku tanpa mekanisme hukum yang sah dapat berujung pada pelanggaran hukum baru, termasuk pencemaran nama baik dan pelanggaran privasi.

Dalam konteks ini, eksistensi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menjadi sangat relevan. LBH memiliki peran strategis sebagai jembatan antara masyarakat korban dan sistem peradilan, dengan menyediakan pendampingan hukum gratis, edukasi tentang hak-hak korban, serta upaya advokasi berbasis hukum yang terukur. Keberadaan LBH seharusnya menjadi rujukan utama bagi korban atau saksi yang ingin mengambil langkah hukum secara tepat tanpa harus menempuh jalur media sosial yang rentan menyulut pelanggaran hukum lainnya. Oleh karena itu, kegiatan edukasi hukum ini juga menekankan pentingnya membangun kemitraan antara masyarakat dan LBH setempat sebagai bagian dari penguatan akses terhadap keadilan yang berpihak pada korban, namun tetap menghormati prinsip hukum dan hak asasi manusia.

Materi edukasi disampaikan dalam format diskusi interaktif, yang menggabungkan pemaparan hukum pidana terkait pelecehan seksual, perlindungan terhadap data pribadi, serta contoh-contoh kasus nyata. Para peserta yang terdiri dari warga setempat, kader PKK, dan tokoh masyarakat, aktif memberikan tanggapan dan berbagi pengalaman, terutama soal dilema saat menghadapi kasus pelecehan di lingkungan sekitar.

YouTube
Instagram
Tiktok