Semarang – Dalam deretan panjang sejarah Fakultas Hukum di Universitas Diponegoro (UNDIP), nama Prof. Dr. Retno Saraswati SH., M.Hum.tercatat sebagai perempuan pertama yang ada di posisi Dekan. Sejak fakultas sulung di lingkungan Undip itu lahir di tahun 1957, semenjak Mr R Soebijono Tjitrowinoto menjadi Dekan FH yang pertama, di urutan ke-17 seorang Srikandi tampil membuka sejarah baru.
Retno Saraswati, perempuan yang lahir di Kendal pada 19 November 1967, kini masuk dalam daftar bersama beberapa tokoh yang menjadi legenda di Kampus Diponegoro. Di daftar nama Dekan FH Undip ada beberapa nama besar yang kemudian menjadi Rektor Undip. Di antaranya Prof Prof Soedarto SH; Prof Dr Muladi SH; dan Prof Dr Yos Johan Utama SH M.Hum. Ada pula yang berkiprah di jenjang nasional seperti Prof Muladi (Menkum HAM dan Mensesneg); Prof Mr Soenario (Menteri Luar Negeri) dan Prof Dr Arief Hidayat SH MS (Ketua Mahkamah Konstitusi).
Meski menjadi yang pertama, civitas academika Undip menyambut baik saat ahli hukum tata negara ini dilantik menjadi Dekan FH oleh Rektor Undip Prof Dr Yos Johan Utama SH., M.Hum. pada Selasa (8/Mei/2018). Retno melanjutkan kepemimpinan seniornya, Prof Dr R Benny Riyanto SH M.Hum CN yang mendapat tugas baru per 4 April 2018 sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan di Kementrian Hukum dan HAM. Para koleganya menilai, kiprahnya di lembaga pendidikan tinggi negeri terkemuka ini sudah cukup banyak sehingga pantas dia menjadi orang nomer satu di FH Undip.
Menjadi pengajar semenjak lulus dari Fakultas Hukum Undip pada tahun 1992, kemudian lanjut meneruskan studi Di Program Magister Hukum Undip dan lulus tahun 2001. Jenjang Strata 3 diselesaikannya tahun 2011 di Program Doktor Ilmu Hukum FH Undip. Alumni SMA Sedes Sapientiae Semarang ini dikukuhkan menjadi profesor, gelar akademik tertinggi, di almamaternya pada 23 April 2016.
Berbagai jabatan pernah dilakoninya. Di antaranya menjadi Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Undip (2013-2015), Pembantu Dekan I FH Undip (2015-2018). Di samping mengajar, Retno yang juga memiliki kualifikasi sebagai legal drafter ini juga giat berbicara di seminar dan diskusi tentang hukum.
Deretan karya ilmiahnya juga sudah sangat banyak, hampir seratus publikasi ilmiah yang dihasilkannya. Di tahun 1996, saat Orde Baru masih berkuasa, dia sudah menulis tentang “Arti Konstitusi Dalam Pembatasan Kekuasaan Pemerintahan Negara Indonesia” dan “Hubungan Infra Struktur dengan Supra Struktur Guna Mencapai Tujuan Negara”. Yang terbaru, di tahun 2020 Retno dan Tanjung menulis di Jurnal Yudisial manuskrip berjudul “Calon Tunggal Pilkada Kurangi Kualitas Demokrasi”.
Di ranah internasional, dia mencermati posisi Natuna melalui karya yang ilmiah bersama AL Tienh, A Ristyawati, A Soemarmi, dengan judul “The national defense strategy under the regime of the 7th President of Indonesia to protect the exclusive economic zone of the Natuna Sea overlapping with China’s nine-dash line” yang dipublikasikan di Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation Tahun 2020.
Mengenai pendidikan tinggi hukum, Retno secara lugas menyampaikan bahwa perkembangan teknologi digital yang mendisrupsi nyaris seluruh sektor dan bidang, harusnya menjadi pemahaman baru yang membutuhkan tindak lanjut nyata. Dalam konteks lembaga pendidikan, FH Undip terus memperbaharui konsepsi dan pemikiran-pemikiran hukum terkait dengan teknologi digital dan implikasinya. Juga melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menemukan solusi agar tetap ada kepastian hukum bagi masyarakat yang memanfaatkan teknologi digital.
“Teknologi digital bukan hanya E-Court yang meliputi layanan pendaftaran perkara, informasi taksiran panjar biaya perkara, serta cara pembayaran dan pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik dan daring; tapi juga menyangkut keabsahan bukti elektronik, pengesahan secara elektronik untuk perjanjian dan berbagai layanan umum yang berbasis teknologi informasi. Karena itu, kami harus mampu menyiapkan kurikulum agar lulusan kami selain kompeten dalam pemahaman hukum juga memiliki pemahaman budaya digital,” ujarnya.
Pendidikan hukum harus banyak menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Konsep-konsep hukum tentang perjanjian, jual beli, sewa menyewa, hubungan ketenagakerjaan, dan modus tindak pidana berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi tantangan bagi civitas akademika. Yang harus menyesuaikan bukan hanya para praktisi dan mahasiswa, tapi juga pengelola perguruan tinggi hukum.
Dalam pada sistem pendidikan dan perkuliahan, karena wabah Covid-19 kuliah harus di lakukan secara daring. Konsekuensi perkuliahan online adalah perubahan sistem absensi, tata cara ujian maupun terkait dengan kegiatan akademik lainnya seperti pengambilan mata kuliah dan pengurusan surat-surat juga dilakukan secara online. “Undip telah menfasilitasi dengan menggunakan teknologi Single Sign On atau SSO. Sehingga kami lebih mudah menyesuaikannya,” ungkapnya mengakhiri percakapan.